kalimatun thayyibah) yang terikat dalam jiwanya. Kalimat
yang baik dari kekuatan tauhid ini lantaran persaksian dan komitmen
loyalitasnya pada Sang Maha Perkasa. Hingga kalimat itu, Allah SWT
umpamakan seperti pohon yang baik.
Keimanan yang kokoh menjadi perisai bagi setiap kader dakwah. Dan hal
ini hendaknya menjadi sebuah kelaziman. Sehingga keimanan itu
betul-betul bak perisai kuat untuk menahan lajunya serangan musuh yang
senantiasa datang silih berganti. Perisai ini wajib selalu berada di
tangan aktivis dakwah. Ia tak boleh lepas sekejappun apalagi hilang tak
berketentuan arah. Keimanan yang diumpamakan perisai itu berawal dari
kekuatan tauhid yang tertanam dalam sanubarinya. Tauhid yang kuat dan
bersih dari berbagai penyimpangannya. Ia diasaskan dari kalimat yang
baik (
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً
كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ .
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ
الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh
dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada
setiap musim dengan seizin Tuhannya.Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”. (Ibrahim: 24 – 25).
Pohon ini tiada duanya di muka bumi ini. Ia tumbuh subur dan
berkembang pesat dan mampu melawan serangan hama dan penyakit. Sehingga
ia menghasilkan buah yang tak pernah henti. Malah menumbuhkan
pohon-pohon lainnya. Itulah pohon keimanan.
Disebut Syajaratul Iman (Pohon Keimanan) lantaran keimanan yang kokoh laksana sebuah pohon yang selalu memberikan manfaat yang amat banyak;
- Buahnya dapat dikonsumsi oleh setiap makhluk yang menginginkannya.
- Dahannya dapat menjadi sarang serta tempat bertengger burung-burung.
- Daunnya yang lebat menjadi tempat berteduh musafir yang lewat.
- Akarnya menyimpan persediaan air untuk bumi yang tandus.
Inilah pohon keimanan yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim Al Jauziyah.
Beliau mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah SWT. menyerupakan pohon iman
yang bersemi dalam hati dengan pohon yang baik. Akarnya menghunjam ke
bumi dengan kokoh dan cabangnya menjulang tinggi ke langit. Pohon itu
terus menerus mengeluarkan buah setiap musim. Jika engkau renungkan
perumpamaan ini tentulah engkau menjumpainya cocok dengan pohon iman
yang telah mengakar kokoh ke dalam dan di dalam hatinya. Sedang
cabangnya berupa amal-amal shalih yang menjulang ke langit. Pohon itu
terus menerus mengeluarkan hasilnya berupa amal shalih di setiap saat
menurut kadar kekokohannya di dalam hati. Kecintaan, keikhlasan dalam
beramal, pengetahuan tentang hakikat serta penjagaan hati terhadap
hak-haknya’.
Diantara para ulama penafsir Qur’an mereka berpandangan bahwa yang
dimaksud dengan pohon yang baik itu adalah pohon kurma. Sebagaimana yang
ditunjukkan oleh hadits riwayat Ibnu Umar RA. Dalam kitab shahih. Ar
Rabi’ Ibnu Anas mengatakan bahwa orang mukmin itu pokok amalnya
menghunjam ke bumi sedang buah amalnya menuju langit lantaran
keikhlasannya dalam beramal.
Ibnul Qayyim mengatakan, ‘Tidak ada perbedaan diantara ke dua
pendapat itu karena makna yang dimaksud tamsil ini adalah sosok orang
mukmin sejati. Sedang pohon kurma adalah sebagai gambaran yang
menyerupainya dan dari diri orang mukminlah sebagai sosok yang
diserupakannya’. Pohon-pohon keimanan ini tumbuh dan berkembang bahkan
menumbuhkan pohon lainnya.
Syaikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid dalam kitabnya Ar Raqa’iq
menggambarkan bahwa pohon-pohon itu bak laksana kumpulan tanaman taman
nan indah. Setiap orang yang melihat pasti ingin berteduh didalamnya.
Setiap melihat buah mesti tangan ingin menjamahnya. Pokoknya taman itu
amat menarik hati. Pohon-pohon yang tumbuh di taman nan menawan itu
adalah:
1. Syajaratut Tha’ah (Pohon Ketaatan)
Dari tempat kamu berteduh di bawah pohon iman itu kamu dapat
mencium aroma wewangian bunga yang semerbak di dekatnya. Itu bersumber
dari sebuah pohon yang disebut syajaratut tha’ah, yakni pohon ketaatan. Ia menjadi saksi terhadap keridhaan Allah saat dilimpahkan di hari turunnya ayat berikut:
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ
الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ
عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang
mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah
mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan
ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan
kemenangan yang dekat (waktunya)”. (Al-Fath:18)
Orang yang berteduh di masa sekarang akan senantiasa
mendapatkan ketenangan hati dan tidak mudah goyah karena faktor
terhalangnya mendapatkan sesuatu atau tertinggal olehnya. Ia tetap
tabah menunggu kemenangan yang akan diraihnya. Ia juga berada dalam
arus gerakan Islam untuk selalu menunaikan tugas-tugas dan tanggung
jawabnya. Ia setia dengan beban yang terpikul di pundaknya. Dengan
sikap itu ia mampu meruntuhkan mercusuar kesesatan. Sedang ia telah
menyatakan janji setia kepada Islam untuk mati sebagai tebusannya.
Pohon ketaatan ini bersumber pada akar pengabdian yang utuh pada Sang
Maha Pencipta. Sudah semestinya pohon ketaatan itu tumbuh subur di hati
kader dakwah.
2. Syajaratut Tirhab (Pohon Penyambutan)
Pohon ini dinamakan pohon penyambutan. Ini untuk menyambut
mereka-mereka yang sedang berjuang untuk mempertaruhkan hidupnya agar
meraih kemuliaan di sisi Rabbnya. Jika Allah memilih untuk menimpakan
musibah kepadamu sebagai jalan untuk meraih anugerah keridhaan-Nya. Dan
kamupun mengalami cobaan berat hingga memaksamu berlindung di bawah syajaratut Tirhab,
pohon penyambutan. Ini dilakukan untuk mencari ketenangan di bawah
naungannya seraya menggerakkan pokoknya agar melimpahkan sebahagian
dari berkahnya kepadamu. Dan engkau melakukan sikap sebagaimana yang
dilakukan ibunda Maryam AS. Ketika bumi terasa sempit olehnya. Maka
terdengarlah suara yang menyeru kepadanya:
وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا
جَنِيًّا . فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ
الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ
أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
“Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya
pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan,
minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia,
maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Yang
Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun
pada hari ini”. (Maryam: 25 – 26).
Maka engkau mendapat makan dari buahnya yang telah masak dengan rasa
puas tanpa berlebihan. Di sana engkau beroleh minuman yang segar dari
sungai kecil yang mengalir di hadapanmu dengan mencidukkan kedua
tanganmu kepadanya tanpa harus bersusah payah. Pohon ini berdiri pada
pokoknya yakni kecintaan untuk menghariba kepada Rabbul Izzati.
Dengan penuh ketaqwaan dan keyakinan akan perjumpaannya. Bagi seorang
kader dakwah mendekatkan diri untuk menghamba kepada Allah SWT menjadi
keharusan. Agar ia senantiasa dalam kondisinya yang prima. Tidak lapar
dan tidak pula kehausan. Ia dapat memenuhi hak dan kebutuhan hidupnya
dalam memperjuangkan ajaran-Nya.
3. Syajaratul Wafa’ (Pohon Kesetiaan)
Kesetiaan adalah tanda kecintaan. Dan kecintaan merupakan
prasyarat dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan kecintaannya.
Nabi Muhammad SAW. mempunyai tanaman sendiri sebagaimana yang telah
disebutkan dalam hadits, bahwa banyak pohon yang menyaksikan beberapa
peristiwa dari perjalanan hidupnya yang mulia. Sebagai isyarat yang
menunjukkan adanya hubungan ini. Terkadang sebagai gambaran untuk
menyadarkan orang yang lalai. Diantaranya adalah syajaratul wafa’,
pohon kesetiaan. Sebagai tanda adanya komunikasi di antara ruh-ruh
yang selalu ingat. Pohon ini dapat mengucapkan terima kasih dan
memberikan penghargaan kepada yang berhak menerimanya serta mengakui
kebaikan yang diberikannya.
Ia adalah batang pohon kurma yang merintih saat ditingalkan.
Jabir bin Abdullah RA. meriwayatkan, ‘Dahulu ada sebatang pohon kurma
yang digunakan oleh Nabi SAW. untuk pijakan tempat berdirinya. Setelah
dibuatkan mimbar untuk Nabi, kami mendengar dari batang kurma itu suara
rintihan seperti rintihan unta yang sedang hamil besar. Hingga Nabi
saw turun dari mimbarnya lalu meletakkan tangannya pada batang itu
barulah batang pohon itu diam’. Batang pohon itu mengeluarkan suara
rintihan seperti rintihan unta betina hamil besar. Peristiwa ini
merupakan salah satu mukjizat Nabi SAW. Sebatang pohon yang diberikan
penghormatan kepadanya lalu ia membalasnya. Manakala ditinggalkan ia
merasa sedih sehingga kesedihannya itu melahirkan suara rintihan.
Sekarang tiada seorangpun diantara kita melainkan di rumahnya terdapat
kitab hadits. Seakan-akan Nabi saw berdiri di hadapannya mengajarkan
urusan agama dan mengajarinya hukum-hukum syariat Islam.
Maka sudah
selayaknya bagi manusia seperti kita berterima kasih dan membalasinya
dengan ketaatan dan kesetiaan pada ajaran yang dibawanya. Kita telah
mendapatkan pelajaran yang amat bagus dari sebatang pohon kurma. Maka
kita sebenarnya yang amat patut melakukan hal itu dan menterjemahkannya
dalam sikap kita terhadap dakwah dan ajaran ini. Sepatutnya kita pun
para kader dakwah merintih karena tidak dapat berbuat banyak untuk
memberikan kontribusi pada dakwah ini sebagaimana orang-orang yang
disebutkan Allah SWT. dalam kitab-Nya Allah berfirman:
وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا
أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ
الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ
“Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila
mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu
berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”, lalu mereka
kembali, sedang mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran
mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan”. (At-Tauabh:92).
4. Syajaratut Tsabat (Pohon Keteguhan)
Keteguhan menjadi hal yang amat urgen dalam mengemban amanah
mulia. Karena godaan dan rintangan akan selalu datang silih berganti.
Karena itu bagi aktivis dakwah ia amat memerlukan pohon keteguhan.
Engkau dapat berlindung dibawahnya di hari manusia berpecah belah
karena kecenderungannya yang berbeda-beda. Engkau mencari selamat
dengan meninggalkan semua golongan yang berpecah belah itu. ‘Sekalipun
engkau harus menggigit akar pohon (yakni berpegang teguh pada prinsip
meskipun hidup menderita)’.
Oleh karena itu berlindunglah pada pohon keteguhan ini untuk
mengeraskan gigitannya. Seandainya engkau bayangkan keadaan yang
sebenarnya tentulah hatimu menjadi ragu dan bergetar penuh kecemasan.
Antara perasaan takut bila pegangannya mengendur lalu terbawa arus dan
harapan untuk tetap bertahan demi mencapai keselamatan.
Akan tetapi sari pati cairan yang dikeluarkan oleh pohon itu
membuat kamu segar karena mendapat minuman darinya. Sedang manusia
saat itu menjulurkan lidahnya karena kehausan. Tenggorokanmu basah lagi
sejuk, sehingga menambah keras gigitanmu terhadapnya, seakan-akan kamu
menghisap keteguhan dan kekokohan darinya bagaikan bayi lapar yang
sedang menyusu. Pohon keteguhan ini juga menjadi alat Bantu untuk
menghadapi cobaan dan ujian komitmen dari berbagai rayuan dunia yang
memikat. Dari pohon itu kader dakwah tidak akan goyah karena daya tarik
material duniawi yang fana. Ia tidak seperti orang-orang yang lalai
dari kesetiaannya karena tergoda oleh ikan-ikan yang bermunculan pada
saat mereka harus menunaikan komitmen itu.
وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ
إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ
سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ لَا تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ
نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang
terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu,
di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada disekitar) mereka
terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari bukan Sabtu, ikan-ikan
itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka
disebabkan mereka berlaku fasik”. (Al-A’raf:163).
5. Syajaratul Unsi (Pohon Penghibur)
Pohon ini menjadi penghiburmu di saat kamu sendirian
dan kelembabannya meringankan (membasahi) keringnya kesalahanmu. Pohon
ini ditanam oleh Nabi saw, saat beliau melalui dua kuburan yang sedang
diazab. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Nabi SAW. ‘Beliau
mengambil sebatang pelepah kurma yang masih basah. Dan membelahnya
menjadi dua bagian lalu menancapkan kepada masing-masing dari kedua
kuburan itu satu bagian. Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kenapa
engkau lakukan itu?’. Rasulullah SAW. menjawab, ‘Mudah-mudahan azab
diringankan dari keduanya selama kedua pelepah ini belum mengering’.
Buraidah Al Aslami RA. memahami hal ini sebagai
tuntutan yang dianjurkan. Oleh karena itu ia berwasiat agar ditancapkan
di atas kuburannya nanti dua batang pelepah kurma. Orang-orang pun
mengikuti jejaknya dalam hal ini. Ada kalanya kita tidak dapat terlepas
dari dosa-dosa kecil yang mencemari keikhlasan amal kita atau dari
keterpaksaan mengejar sisa-sisa yang ada di tangan ahli dunia dari
harta yang memperdayakannya. Yang biasa dibarengi dengan begadang yang
merusak kesehatan dan dirundung oleh kegelisahan yang membuat diri kita
tidak dapat tidur. Sehingga tubuh ini menjadi lemah untuk persiapan
kerja di pagi hari. Barang kali dengan meluangkan waktu sejenak untuk
berteduh di bawah pohon ini agar dapat meringankan beban hidupmu. Tentu
hiburan bagi aktivis dakwah bukanlah dengan lantunan nasyid-nasyid
dengan iringan bunyi musiknya atau juga bukan dengan tontonan yang
melalaikannya. Akan tetapi hiburannya melalui dengan mengenang sejarah
kehidupan umat terdahulu yang diabadikan kebaikannya serta mengingat
akan janji balasan yang akan diberikan Allah SWT. pada orang-orang yang
beriman. Sehingga dapat menggambarkan kenangan indah di hatinya akan
kehidupan orang-orang yang telah berada di negeri cahaya yang penuh
berkah.
6. Syajaratul Mufashalah (Pohon Pemisahan)
Pohon pemisahan ini menjadi saksi tentang sempurnanya
akan kebersihan sarana yang digunakan oleh seorang muslim dalam
mencapai tujuannya yang bersih. Demikian itu terjadi ketika ada seorang
musyrik yang ingin bergabung memberikan bala bantuan kepada pasukan
kaum muslimin dalam perjalanannya menuju medan perang Badar. Orang
musyrik itu memberikan bala bantuan atas dasar fanatisme golongan untuk
membela kaumnya. Ketika pasukan kaum muslimin sampai di sebuah pohon
besar yang menjadi rambu jalan sebagaimana yang disebutkan dalam
riwayat ‘Aisyah RA. Lalu orang musyrik itu hendak bergabung. Maka Nabi
menoleh kepadanya dan mengatakan, ‘Kembalilah kamu, aku tidak meminta
bantuan dari orang musyrik’.
Maka ketetapan ini terus berlaku sebagai prinsip yang tidak pernah
ada pengecualiannya. Kecuali hanya dalam kejadian-kejadian yang terbatas
dan langka. Oleh karena itu prinsip ini tetap menjadi pijakan dalam
amal dakwah kita agar tidak mengemis meminta-minta balas bantuan dari
orang yang memusuhi dakwah. Apalagi potensi yang dimiliki umat masih
melimpah ruah untuk didayagunakan.
7. Syajaratul Istighfar (Pohon Meminta Ampunan)
Pohon istighfar berupa pohon anggur yang banyak buahnya.
Apabila ada seorang tamu yang mampir ke rumah pemiliknya maka ia akan
memetik setangkai buah itu lalu disodorkan kepadanya untuk
mencicipinya. Setelah itu tentu seseorang yang bertandang itu akan
merasakan kepuasan yang teramat sangat. Kemudian pada hari yang lain.
Isteri pemilik kebun anggur itu mengatakan kepada suaminya. ‘Cara
seperti itu tidak etis kepada tamu, sebaiknya engkau ikut memakan
separuh jamuanmu guna menyenangkan hatinya dan sekaligus sebagai
pernghormatan padanya’. Suaminnya menjawab, besok aku akan lakukan hal
itu. Keesokan harinya, setelah tamunya memakan separuh hidangan yang
disajikan kepadanya. Lalu lelaki pemilik kebun itu ikut serta
memakannya. Tatkala ia mencicipinya terasa anggur itu masam dan tidak
enak untuk dimakannya. Ia pun meludahkannya dan mengernyitkan kedua
alisnya keheranan atas kesabaran tamunya yang mau merasakan buah
seperti itu. Namun tamu itupun menjawabnya. ‘Sesungguhnya aku telah
memakan buah ini dari tanganmu sebelumnya selama beberapa hari dengan
rasa manis tetapi sekarang ini aku tidak suka memperlihatkan kepadamu
rasa tidak enak pada buah ini sehingga membuatmu menyesali pemberianmu
yang lalu’.
Apa yang disebutkan di atas ini bukanlah kisah ngawur
melainkan sebagai tamsil perumpamaan yyang dibuat untuk para dai yang
mengusung dakwah ini. Karena itu dengarkanlah baik-baik. Hal ini
merupakan ungkapan kisah yang dijabarkan kepadamu untuk mendekatkan
kepahamanmu kepadanya agar mudah kamu cerna.
Tidak seorangpun di antara orang-orang yang ada disekitarmu
yang terpelihara dari kesalahan dan benar selalu adanya. Oleh karena
itu jika ada saudaramu yang berbuat kekeliruan maka janganlah
kekeliruannya itu mendorongmu untuk mendiamkannya tidak mau bergaul
lagi dengannya. Tidak sabar terhadapnya atau mendiskriditkannya. Bahkan
jangan pula kamu mencelanya melainkan bersabarlah kepadanya. Dan
tahanlah emosimu. Dan kamu harus memaafkannya dalam hatimu karena
mengingat kebaikannya yang terdahulu dan perilakunya yang baik dan
penghormatannya kepadamu. Karena barangkali dia dapat membantumu untuk
bertaubat atau menolongmu saat kamu belajar sebagai pelayan pendamping
atau teman begadangmu atau dia mengajarkan kepadamu suatu bidang
pengetahuan yang diajarkan Allah kepadanya dan hal-hal baru yang belum
kamu ketahui.
8. Syajaratuz Zuhud (Pohon Zuhud)
Jika engkau telah beroleh faedah dan menebarkan keadilan
maka sudah saatnya bagimu untuk membaringkan diri di bawah sebuah pohon
yang ramping lagi banyak buahnya dan bunganya. Keindahannya memukau
pandangan orang yang melihatnya dan membuat orang yang menikmati
keindahannya berdecak kagum karena selera penanamnya begitu tinggi.
Itulah pohon zuhud. Yaitu pohon yang bersemi di dalam hati.
Jenisnya lain dari yang lain. Belum pernah ada seorang pun yang menanam
hal yang semisal itu sehingga terlihat sangat indah. Penanamannya
menggambarkan pohon itu bagai syair berikut:
Zuhud telah menanamkan pohon dalam kalbuku
Sesudah membersihkannya dari bebatuan dengan susah payah
Dia menyiraminya sesudah menancapkannya ke bumi dengan air mata yang dialirkan
Manakala di melihat burung-burung perusak tanaman terbang mengelilingi pagarnya
Dia mengusirnya
Aku tidur di bawah naungan yang rindang dengan hati yang senang
Dan mengusir semua yang mengganggunya
Kemudian aku berjanji setia kepada Tuhanku
Seperti itulah Bai’atur Ridwan dilakukan di bawah pohon untuk
memberikan janji setia. Rasakanlah kamu menjadi salah seorang diantara
mereka yang melakukan hal itu. Dan kamu bersama di tengah-tengah mereka.
Dirimu dipenuhi oleh semangat bai’at janji setia sampai mati di jalan
Allah SWT. demi membela ajaran ini tegak di muka bumi.
9. Syajaratul Hilm (Pohon Penyantun)
Imam Hasan Al Banna telah memahami seni menanam pohon
keimanan ini. Karena itu ia menanamkan kepada kita pohon Kesantunan.
Beliau menggambarkannya sebagai berikut: ‘Jadilah kamu seperti pohon
yang berbuah. Manusia melemparinya dengan batu sedang ia melempari
mereka dengan buahnya’.
Sesungguhnya ia telah memberikan gambaran yang baik dan
masukan yang berfaedah. Karena sesungguhnya kebanyakan manusia cepat
cenderung kepada kejahilan sehingga mendorong mereka untuk mendustakan
para da’i dan menyakiti mereka dengan cara batil. Seandainya seorang
da’i bersikap jahil seperti orang jahil itu dan membalas keburukan
dengan keburukan semisal, niscaya akan lenyap dan pudarlah nilai-nilai
kebajikan itu. Sebenarnya sikap yang harus diambil seorang da’i adalah
berlapang dada, mengharapkan pahala Allah dan memohon ampunan bagi kaum
yang tidak mengerti itu.
Syaikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid menandaskan bahwa pohon
keimanan itu mesti diberi pupuk dan disiraminya disetiap waktu.
Dirawatnya dengan baik agar tidak dimakan hewan yang mendatanginya atau
dihinggapi hama penyakit. Ia pun perlu diselamatkan dari tangan jahil
manusia yang sering usil untuk memetik buahnya sebelum masanya. Ia
perlu penjaganan yang ekstra agar pohon-pohon itu memberikan buahnya
bagi dakwah ini. Itulah Tsamaratud Da’wah (Buah Dakwah). Yakni
kader-kader dakwah yang militan yang menyediakan dirinya untuk
melayani dakwah ini dan berkhidmat terus demi tegaknya ajaran ini.
Bila pertumbuhan kader ini terus tumbuh dari berbagai segmen dan usia
secara seimbang maka dakwah ini akan mengalami tingkat produktifitas
yang amat tinggi. Intajiyatud Da’wah (Produktivitas Dakwah).
Dengan begitu mewujudkan misi utama dakwah ini untuk mencapai perubahan
nilai dan norma akan semakin terrealisir.
Allah berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Al-Anbiya:107).
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ
كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ
بَصِيرٌ
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan
supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari
kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka
kerjakan. (Al-Anfal:39).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar