Rabu, 04 Desember 2013

Pengacara Luthfi " Nilai Dakwaan Jaksa Gugur"

Tim Pengacara terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq menilai dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gugur atau batal demi hukum. Demikian, inti dari isi pledoi (nota pembelaan) milik penasehat hukum Luthfi yang akan dibacakan dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap penentuan kuota impor daging sapi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/12) pukul 15.00 WIB.

Salah satu penasehat hukum Luthfi, Zainuddin Paru memaparkan bahwa dalam persidangan sudah jelas bahwa dakwaan jaksa tidak terbukti dan tidak dapat dibuktikan.

Menurut Paru, Jaksa gagal membuktikan bahwa uang Rp 1,3 miliar yang terbagi menjadi dua tahap adalah uang muka untuk kliennya dari PT Indoguna Utama agar membantu permohonan penambahan kuota impor daging sapi.

"Fakta persidangan terbukti tindak pidana korupsi tidak bisa dibuktikan oleh jaksa KPK karena ada alat bukti yang gugur dalam sidang," tegas Paru ketika dihubungi, Rabu (4/12).

Alat bukti yang gugur tersebut adalah percakapan antara Ahmad Fathanah dengan sopirnya, Syahrudin yang terbukti tidak menyebutkan nama Luthfi.

Menurut jaksa, dalam rekaman pembicaraan tersebut Fathanah meminta Syahruddin menjaga mobil di parkiran Hotel Le Meredien, Jakarta, sebelum penangkapan oleh KPK karena ada daging busuk milik Luthfi Hasan Ishaaq.

Tetapi, ujar Paru, terbukti dalam persidangan bahwa kata-kata daging busuk milik Luthfi tidak ada. Sehingga, uang berjumlah kira-kira Rp 1 miliar dalam mobil tersebut bukanlah milik Luthfi.

Selanjutnya, Paru mengungkapkan bahwa dari persidangan terbukti bahwa uang sebesar Rp 300 juta yang dikatakan bagian dari Rp 1,3 miliar untuk Luthfi, ternyata tidak sampai ke tangan eks Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

"Uang Rp 300 juta pertama diberikan PT Indoguna kepada Elda Devianne Adinigrat (makelar). Oleh Elda uang tersebut diberikan ke Roni untuk menambah modal proyek PLTS di Kementerian Perumahan dan Daerah Tertinggal (PDT)," tegas Paru.

Kemudian, papar Paru, uang Rp 1 Miliar yang diterima Fathanah tanggal 29 Januari 2013 dari PT Indoguna, juga dapat dibuktikan bukan untuk Luthfi. Melainkan, untuk membayar cicilan mobil dan furniture.

"Uang sebesar Rp 1 miliar yang dibawa Fathanah dibagi menjadi beberapa peruntukan. Pertama, untuk Maharani Suciyono Rp 10 juta. Kemudian, Rp 10 juta diletakkan dalam tas kecil Fathanah," jelas Paru.

Selanjutnya, sebesar Rp 400 juta rencananya untuk membayar cicilan pembelian mobil Mercy C200. Terbukti, Fathanah memiliki janji dengan Felix Rajani, mantan sales marketing William Mobil di Hotel Le Meridien, Jakarta, pada tanggal 29 Januari itu juga.

Tetapi apesnya sebelum sempat membayar cicilan, Fathanah tertangkap penyidik KPK terlebih dahulu.

Selain itu, Fathanah juga terbukti memiliki janji dengan Ilham pada tanggal dan tempat yang sama untuk membayar pemasangan furnitur sebesar Rp 489 juta.

Itu artinya, tegas Paru, sudah jelas bahwa uang Rp 1 miliar yang dibawa Fathanah bukan untuk kliennya. Sehingga, terhadap Luthfi tidak bisa dituntut dan didakwa melakukan tindak pidana korupsi.

"Karena tindak pidana korupsi tidak terbukti, maka tidak ada predicate crime (tindak pidana asal) yang menjadi dasar menuntut pak Luthfi dalam perkara pencucian uang," ujar Paru.

Fathanah Bermain Sendiri

Sebaliknya, kubu Luthfi menuding bahwa Fathanah menggunakan nama Luthfi yang ketika itu menduduki kursi tertinggi di PKS untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Menurut Paru, terlihat ada upaya memanfaatkan Luthfi yang memang fokus terhadap mahalnya harga daging dan peredaran daging tikus ataupun celeng di masyarakat.

"Pak Luthfi tidak memiliki kewenangan terkait penentuan kuota impor daging sapi. Apalagi, dengan adanya perubahan kewenangan, yaitu kuota impor ditentukan dalam rapat antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan di bawah koordinasi Kementerian Perekonomian," ujar Paru.

Oleh karena itu, tegas Paru, semakin jelas bahwa Fathanah bermain sendiri terkait kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.

Seperti diketahui, Luthfi dituntut dengan pidana selama 18 tahun penjara, dalam perkara suap dan pencucian uang terkait penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian (Kemtan).

"Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq selama 10 tahun dalam tindak pidana korupsi, dan 8 tahun dalam tindak pidana pencucian uang," kata Jaksa Rini Triningsih, membacakan surat tuntutan Luthfi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (27/11).
Dalam pertimbangannya, jaksa mengatakan Luthfi turut serta melakukan perbuatan bersama-sama Ahmad Fathanah dalam kurun waktu antara tanggal 5 Oktober 2012 hingga 29 Januari 2013, atau setidaknya pada waktu tertentu dalam bulan Oktober 2012 hingga Januari 2013 menerima hadiah atau janji berupa uang sebesar Rp 1,3 miliar dari Maria Elizabeth Liman selaku Dirut PT Indoguna Utama, melalui Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi.

Selaku anggota DPR dan Presiden PKS, LHI dianggap mempengaruhi pejabat di Kemtan yang dipimpin Mentan Suswono, untuk menerbitkan surat rekomendasi persetujuan pemasukan atas permohonan kuota impor daging sapi 10.000 ton untuk tahun 2013 kepada PT Indoguna.
www.suarapembaruan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar