Tim Pengacara terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq menilai dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum
(JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gugur atau batal demi hukum.
Demikian, inti dari isi pledoi (nota pembelaan) milik penasehat hukum Luthfi
yang akan dibacakan dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap penentuan kuota
impor daging sapi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/12) pukul 15.00 WIB.
Salah satu penasehat hukum Luthfi, Zainuddin Paru memaparkan bahwa dalam
persidangan sudah jelas bahwa dakwaan jaksa tidak terbukti dan tidak dapat
dibuktikan.
Menurut Paru, Jaksa gagal membuktikan bahwa uang Rp 1,3 miliar yang terbagi
menjadi dua tahap adalah uang muka untuk kliennya dari PT Indoguna Utama agar
membantu permohonan penambahan kuota impor daging sapi.
"Fakta persidangan terbukti tindak pidana korupsi tidak bisa dibuktikan
oleh jaksa KPK karena ada alat bukti yang gugur dalam sidang," tegas Paru
ketika dihubungi, Rabu (4/12).
Alat bukti yang gugur tersebut adalah percakapan antara Ahmad Fathanah dengan
sopirnya, Syahrudin yang terbukti tidak menyebutkan nama Luthfi.
Menurut jaksa, dalam rekaman pembicaraan tersebut Fathanah meminta Syahruddin
menjaga mobil di parkiran Hotel Le Meredien, Jakarta, sebelum penangkapan oleh
KPK karena ada daging busuk milik Luthfi Hasan Ishaaq.
Tetapi, ujar Paru, terbukti dalam persidangan bahwa kata-kata daging busuk
milik Luthfi tidak ada. Sehingga, uang berjumlah kira-kira Rp 1 miliar dalam
mobil tersebut bukanlah milik Luthfi.
Selanjutnya, Paru mengungkapkan bahwa dari persidangan terbukti bahwa uang
sebesar Rp 300 juta yang dikatakan bagian dari Rp 1,3 miliar untuk Luthfi,
ternyata tidak sampai ke tangan eks Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
tersebut.
"Uang Rp 300 juta pertama diberikan PT Indoguna kepada Elda Devianne
Adinigrat (makelar). Oleh Elda uang tersebut diberikan ke Roni untuk menambah
modal proyek PLTS di Kementerian Perumahan dan Daerah Tertinggal (PDT),"
tegas Paru.
Kemudian, papar Paru, uang Rp 1 Miliar yang diterima Fathanah tanggal 29
Januari 2013 dari PT Indoguna, juga dapat dibuktikan bukan untuk Luthfi.
Melainkan, untuk membayar cicilan mobil dan furniture.
"Uang sebesar Rp 1 miliar yang dibawa Fathanah dibagi menjadi beberapa
peruntukan. Pertama, untuk Maharani Suciyono Rp 10 juta. Kemudian, Rp 10 juta
diletakkan dalam tas kecil Fathanah," jelas Paru.
Selanjutnya, sebesar Rp 400 juta rencananya untuk membayar cicilan pembelian
mobil Mercy C200. Terbukti, Fathanah memiliki janji dengan Felix Rajani, mantan
sales marketing William Mobil di Hotel Le Meridien, Jakarta, pada tanggal 29
Januari itu juga.
Tetapi apesnya sebelum sempat membayar cicilan, Fathanah tertangkap penyidik
KPK terlebih dahulu.
Selain itu, Fathanah juga terbukti memiliki janji dengan Ilham pada tanggal dan
tempat yang sama untuk membayar pemasangan furnitur sebesar Rp 489 juta.
Itu artinya, tegas Paru, sudah jelas bahwa uang Rp 1 miliar yang dibawa
Fathanah bukan untuk kliennya. Sehingga, terhadap Luthfi tidak bisa dituntut
dan didakwa melakukan tindak pidana korupsi.
"Karena tindak pidana korupsi tidak terbukti, maka tidak ada predicate
crime (tindak pidana asal) yang menjadi dasar menuntut pak Luthfi dalam perkara
pencucian uang," ujar Paru.
Fathanah Bermain Sendiri
Sebaliknya, kubu Luthfi menuding bahwa Fathanah menggunakan nama Luthfi yang
ketika itu menduduki kursi tertinggi di PKS untuk mendapatkan keuntungan
pribadi.
Menurut Paru, terlihat ada upaya memanfaatkan Luthfi yang memang fokus terhadap
mahalnya harga daging dan peredaran daging tikus ataupun celeng di masyarakat.
"Pak Luthfi tidak memiliki kewenangan terkait penentuan kuota impor daging
sapi. Apalagi, dengan adanya perubahan kewenangan, yaitu kuota impor ditentukan
dalam rapat antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan
Kementerian Perdagangan di bawah koordinasi Kementerian Perekonomian,"
ujar Paru.
Oleh karena itu, tegas Paru, semakin jelas bahwa Fathanah bermain sendiri
terkait kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.
Seperti diketahui, Luthfi dituntut dengan pidana selama 18 tahun penjara, dalam
perkara suap dan pencucian uang terkait penambahan kuota impor daging sapi di
Kementerian Pertanian (Kemtan).
"Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa
Luthfi Hasan Ishaaq selama 10 tahun dalam tindak pidana korupsi, dan 8 tahun
dalam tindak pidana pencucian uang," kata Jaksa Rini Triningsih,
membacakan surat tuntutan Luthfi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (27/11).
Dalam pertimbangannya, jaksa mengatakan Luthfi turut serta melakukan perbuatan
bersama-sama Ahmad Fathanah dalam kurun waktu antara tanggal 5 Oktober 2012
hingga 29 Januari 2013, atau setidaknya pada waktu tertentu dalam bulan Oktober
2012 hingga Januari 2013 menerima hadiah atau janji berupa uang sebesar Rp 1,3
miliar dari Maria Elizabeth Liman selaku Dirut PT Indoguna Utama, melalui Arya
Abdi Effendi dan Juard Effendi.
Selaku anggota DPR dan Presiden PKS, LHI dianggap mempengaruhi pejabat di
Kemtan yang dipimpin Mentan Suswono, untuk menerbitkan surat rekomendasi
persetujuan pemasukan atas permohonan kuota impor daging sapi 10.000 ton untuk
tahun 2013 kepada PT Indoguna.
www.suarapembaruan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar