Senin, 21 April 2014

Persentase Suara Besar Belum Tentu Kursi DPR Besar

Quick Count
Perolehan suara setiap partai politik peserta Pemilu 2014 sampai saat ini belum selesai direkapitulasi di Komisi Pemilihan Umum. Baru hasil hitung cepat yang sudah bertebaran dari banyak lembaga.

Namun, perkiraan dari hitung cepat yang rata-rata berdasarkan data exit poll dan quick count sudah bisa memberikan gambaran perhitungan sangat awal tentang wajah partai yang akan menghiasi Senayan untuk periode mendatang.

Belajar dari pengalaman Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, perolehan suara yang berselisih jauh di antara dua partai belum tentu memastikan perolehan kursi di DPR juga pasti berselisih jauh. Bahkan, bisa jadi akumulasi perolehan kursi di tingkat nasional dari partai yang suaranya jauh lebih sedikit justru mendapatkan jumlah kursi DPR sama atau lebih banyak. Bagaimana bisa?

Tak selalu samanya proporsi perolehan suara dengan kursi DPR merupakan imbas dari sistem pemilu, yang salah satunya adalah menggunakan sistem suara terbanyak serta perhitungan sisa suara dan sisa kursi dibagi habis di daerah pemilihan. Simulasi sederhana akan memberikan gambaran lebih jelas.

Partai yang bisa punya wakil di DPR

Langkah pertama terkait pembagian kursi DPR adalah menghitung suara sah di tingkat nasional. Semua suara sah, baik untuk partai politik maupun calon anggota legislatif, dikumpulkan oleh Komisi Pemilihan Umum.

Setelah terkumpul seluruh suara sah se-Indonesia, ditentukanlah partai politik yang dapat mengirimkan wakilnya ke DPR. Istilahnya, menyortir partai politik menggunakan ambang batas yang dikenal sebagai parliamentary treshold.

Pasal 208 UU Pemilu 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif menetapkan ambang batas ini sebesar 3,5 persen suara sah suara nasional. Semua partai yang perolehan suara sahnya di tingkah nasional minimal 3,5 persen total suara dapat mengirimkan wakilnya ke DPR. Didapatkanlah jumlah partai yang berhak mengikuti pembagian kursi di daerah pemilihan.

Bilangan pembagi pemilih

Katakanlah dari penghitungan di tingkat nasional itu, ada enam partai politik yang memenuhi ambang batas untuk memiliki wakil di DPR. Pasal 211 Ayat 1 UU 8 Tahun 2012 menyatakan pembagian alokasi kursi dalam Pemilu Legislatif 2014 habis dilakukan di masing-masing daerah pemilihan.

Maka, suara sah partai politik dan calon anggota legislatif di daerah itu dihitung ulang dengan "menyingkirkan" suara partai dan calon anggota legislatif dari partai yang tak lolos parliamentary treshold. Sebutlah tinggal satu juta suara sah.

Pasal 22 UU 8 Tahun 2012 mengatur setiap daerah pemilihan dapat memiliki alokasi kursi antara 3 sampai dengan 10. Misal, sebuah daerah pemilihan mendapat alokasi enam kursi DPR. Saatnya sekarang bicara soal bilangan pembagi pemilih (BPP), sebagai kunci pembagian kursi DPR.

Berdasarkan Pasal 209 Ayat 3 UU 8 Tahun 2012, BPP adalah suara sah pemilu legislatif di daerah pemilihan itu yang sudah dikurangi suara partai berikut calegnya yang tak lolos ke Senayan dibagi dengan alokasi kursi di daerah pemilihan tersebut.

Menggunakan contoh angka di atas, BPP yang didapat adalah satu juta dibagi 6, alias 167.000 suara. Inilah harga kursi di daerah pemilihan itu, menentukan pembagian kursi tahap pertama. Suara partai yang tak mencapai BPP, akan langsung masuk kategori sisa suara, yang akan terpakai bila masih ada sisa kursi yang tak habis dibagi menggunakan BPP.

Pembagian kursi

Setelah muncul angka BPP tersebut, kembali ke daftar perolehan suara partai politik yang bisa mendapatkan kursi. Untuk mempermudah perhitungan, misalkan enam partai yang menjadi pemisalan dalam simulasi ini mendapatkan suara sebagai berikut:
1. Partai Satu: 260.000 suara
2. Partai Dua: 250.000 suara
3. Partai Tiga: 110.000 suara
4. Partai Empat: 115.000 suara
5. Partai Lima: 125.000 suara
6. Partai Enam: 140.000 suara

Partai yang memenuhi BPP langsung mendapatkan kursi berdasarkan kelipatan BPP. Dari data di atas, partai politik yang langsung mendapatkan pembagian kursi adalah hanyalah Partai Satu dan Partai Dua, masing-masing mendapatkan satu kursi. Sisa suara dua partai ini setelah dikurangi jumlah setara BPP, menjadi sisa suara yang turut dibagi dalam perhitungan tahap dua untuk pembagian sisa suara.

Bila perhitungan partai yang lolos BPP maupun pembagian alokasi kursi di atas menggunakan gabungan suara dari coblosan di lambang partai dan coblosan pada nama calon anggota legislatif, maka penentuan calon legislatif terpilih ditentukan berdasarkan urutan suara terbanyak yang didapat dari coblosan untuk masing-masing calon dari partai yang mendapat alokasi kursi.

Suara dan kursi sisa

Dari perhitungan pertama di atas, masih ada empat alokasi kursi yang belum terpakai. Sisa kursi ini dalam rezim UU 8 Tahun 2012 juga habis dibagi di daerah pemilihan. Caranya?

Dari data di atas, masing-masing partai memiliki sisa suara sebagai berikut:
1. Partai Satu: 93.000 suara
2. Partai Dua: 83.000 suara
3. Partai Tiga: 110.000 suara
4. Partai Empat: 115.000 suara
5. Partai Lima: 125.000 suara
6. Partai Enam: 140.000 suara

Bila pada Pemilu 2009 sisa suara dan sisa kursi dibawa terlebih dahulu ke provinsi, digabung dengan sisa kursi dan sisa suara dari semua daerah pemilihan di provinsi tersebut untuk ditetapkan BPP baru dan sisa kursi dihabiskan di tingkat provinsi, maka pada Pemilu 2014 sisa kursi ini langsung saja dibagi di daerah pemilihan berdasarkan urutan sisa suara terbanyak.

Maka, empat alokasi sisa kursi berdasarkan ketentuan Pasal 212 huruf c UU 8 Tahun 2012 ini diberikan berturut-turut sesuai urutan suara terbanyak kepada Partai Enam, Partai Lima, Partai Empat, dan Partai Tiga. Dengan angka-angka contoh ini, enam partai tersebut mendapatkan masing-masing satu kursi. 

Jangan buru-buru "GR"

Simulasi ini memang hanya menggunakan angka fiktif. Dari simulasi ini, terlihat perolehan suara yang berselisih besar tak otomatis akan menghasilkan konversi kursi yang sama besar selisihnya. Justru, dengan selisih suara yang besar sekalipun, perolehan kursi yang didapat bisa sama persis.

Artinya, jangan besar kepala dulu dengan capaian suara. Jangan-jangan, kalaupun lolos di hitungan tahap pertama, jumlah kursi yang didapat pun bisa dikejar oleh partai yang perolehan suaranya jauh lebih sedikit. Dalam bahasa vulgar, jangan besar kepala dulu.

Peta koalisi pun harus berhitung cermat sampai ke persentase perolehan kursi berdasarkan sistem ini. Bisa jadi, perolehan suara akan mendapatkan konversi kursi dalam persentase setara, bertambah, atau malah berkurang.

Bagaimanapun, syarat pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden menurut Pasal 9 UU 42 Tahun 2008 adalah 25 persen suara sah atau 20 persen kursi DPR. Bila hitung cepat Kompas mendekati kenyataan, bisa jadi PDI-P punya kesempatan mencalonkan pasangan calon sendiri dengan basis perolehan kursi.

Bisa jadi pula partai yang mengejutkan perolehan persentase suaranya mengejutkan, ternyata setelah dikonversi menjadi kursi tak terlalu luar biasa. Sebaliknya, partai dengan perkiraan suara saat ini masuk "kelas bawah" papan tengah, justru mendapatkan konversi kursi lebih tinggi. Semua tergantung BPP serta urutan suara terbanyak ketika ada sisa suara dan sisa kursi. 

kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar