Minggu, 16 September 2012

Timbas Tarigan Dambakan Binjai jadi Kota Layak Anak

Timbas Tarigan
Keluarga Timbas Tarigan (Wakil Walikota Binjai)
Masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru-guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-kanak, mengusik perhatian Timbas Tarigan yang kini menjabat sebagai Wakil Wali Kota Binjai. Karenanya, semasa ia masih duduk di kursi legislatif (DPRD Sumut, Red), pria yang dikenal sederhana dan ramah ini  kerap mengalokasikan dana resesnya untuk pendidikan dan pelatihan (Diklat) guru-guru PAUD dan TK.

Timbas Tarigan
Seperti apa? Berikut perbincangan Timbas Tarigan dengan wartawan Sumut Pos, Selasa (11/9) lalu.

Apakah Anda pernah bercita-cita menjadi Wakil Wali Kota seperti sekarang ini?
Saya tidak pernah berpikir apalagi bercita-cita menjadi Wakil  Wali Kota ataupun pejabat. Namun semua mengalir begitu saja, sesuai dengan perinsip hidup saya. Biarkan hidup ini mengalir seperti air.
Air akan mengalir ke mana saja, menelusuri daerah yang lebih rendah. Dan air itu sangat besar manfaatnya bagi umat manusia. Karenanya, saya ingin hidup saya ini juga bermanfaat bagi orang lain.

Jadi, apa cita-cita Anda sejak kecil?
Karena saya anak seorang petani, dibesarkan dari keluarga petani, saya sempat bercita-cita menjadi Sarjana Pertanian. Namun takdir berkata lain. Setelah saya tamat SMA, saya kuliah di USU mengambil Diploma III (DIII) di Fakultas Ekonomi jurusan Akutansi. Setelah tamat DIII, saya kemudian mengambil S1 di STIE Nusa Bangsa Medan dan sekarang saya sedang mengambil S2.

Anda menjadi Wakil Wali Kota Binjai diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Bisa Anda ceritakan bagaimana Anda bisa terjun ke dunia politik?
Ya, saya kenal dunia politik dari kampus. Saat kuliah dulu sekira tahun 1992, saya tinggal di musala kampus dan terlibat dalam jemaah tabligh. Saya aktif di pengajian di bawah Yayasan Al Hijrah. Nah, saat itu yang menjadi guru ngaji saya Pak Heriansyah yang saat ini menjabat Wakil Ketua Umum DPW PKS Sumut.
Selanjutnya, pada 1997-1998, saya ikut aksi menjatuhkan dan saya juga sempat menjadi koordinator aksi saat demo ke Konjen AS.
Setelah pecah reformasi, sekira tahun 1998, saya ikut mendeklarasikan Partai Keadilan (PK) di Sumatera Utara dan saya dipercaya sebagai pengurus di DPW PK saat itu. Dan pada Pemilu 1999, saya dicalonkan oleh PK menjadi anggota DPRD Sumut dari daerah pemilihan Binjai, Langkat. Namun saat itu belum rezeki, saya tidak terpilih.
Pada 2002, Partai Keadilan berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan saya kembali diamanahkan menjadi Koordinator wilayah Langkat,Binjai, Deliserdang, Sergai dan Tebingtinggi.
Nah, baru pada Pemilu 2004 saya diamanahkan oleh konstituen saya di Binjai dan Langkat untuk duduk di kursi legislatif (DPRD Sumut, Red). Begitu juga pada pemilu 2009 lalu, saya kembali duduk DPRD Sumut dan kemudian diusung partai menjadi Wakil Wali Kota Binjai mendampingi Pak Idaham.

Saat Anda duduk di legislatif, apa saja pengalaman yang Anda dapatkan?
Oh, banyak. Di DPRD Sumut lah saya paling banyak mendapatkan pengalaman di bidang politik. Kebetulan saya dibesarkan bukan dari keluarga politik. Jadi, saat di DPRD Sumut, saya banyak belajar dari politisi senior seperti Abah Wahab (Abdul Wahab Dalimunthe, Red) dan lainnya.

Lantas, apa saja yang Anda lakukan untuk konstituen Anda selama menjadi anggota DPRD Sumut?
Saat saya di DPRD Sumut, saya selalu duduk di Komisi E yang salah satunya membidangi pendidikan. Nah, saat reses, saya selalu mengalokasikan dana reses saya itu untuk pendidikan dan pelatihan (Diklat) bagi guru-guru PAUD dan TK.
Kebetulan istri saya juga seorang guru, jadi kami banyak sharing tentang kualitas dan kesejahteraan guru-guru PAUD dan TK. Jadi, saya sangat prihatin sekali dengan nasib guru-guru PAUD dan TK, khususnya yang ada di Binjai. Apalagi, mereka ini menjadi ujung tombak pembentukan SDM bangsa ini. Bagus tidaknya SDM bangsa ini ke depan ada di tangan mereka.

Kenapa demikian?
Ya, kualitas SDM suatu bangsa tegantung pada pendidikan dan pondasi keberhasilan pendidikan itu ada pada anak usia dini, sehingga kualitas guru-gurunya harus ditingkatkan. Salah satunya dengan menggelar pendidikan dan pelatihan. Nah, itu sebabnya saat saya reses, saya selalu mengalokasikan dana reses saya itu untuk pelatihan guru-guru PAUD.
Selain itu, saya juga sangat prihatin melihat kesejahteraan guru-guru PAUD. Gaji mereka terbilang sangat kecil, tapi mereka tetap semangat membina anak-anak itu. Harusnya, gaji guru PAUD ini lebih tinggi dari gaji dosen. Karena, guru-guru PAUD inilah yang membentuk pondasi karakter anak ke depan.

Apa pendapat Anda tentang maraknya PAUD saat ini?
Menurut saya ada baiknya juga. Tapi, harus dibarengi dengan kualitas pengajar yang baik pula. Namun kenyataannya saat ini, masih banyak PAUD yang kulitasnya kurang diperhatikan. Ini akan berdampak pada kualitas anak. Apalagi menurut saya, pendidikan anak di usia dini sangat urgen, sehingga perlu skil untuk membentuk pondasi karakter anak.

Lantas menurut Anda, sudah seberapa besar perhatian pemerintah terhadap perkembangan PAUD saat ini?
Perhatian pemerintah sudah cukup besar. Seperti Pemko Binjai, kami bersama Gabungan Organisasi Penyelenggara Taman Kanak-kanan Indonesia (GOPTKI) telah memfasilitasi pembinaan anak-anak usia dini. Pemko Binjai menyadari, anak merupakan aset bangsa. Kalau kita salah mendidiknya, maka akan rusak generasi ke depan. Karenanya, kami sangat berkeinginan menjadikan Kota Binjai ini menjadi kota layak anak.

Apa yang dilakukan untuk mewujudkan Binjai sebagai kota layak anak?
Untuk saat ini, kita sudah membangun sarana atau fasilitas untuk bermain anak di sejumlah titik di Kota Binjai. Di antaranya di Taman Balita Jalan Veteran, Taman Kancil Mas, dan di kawasan Kebun Lada.
Jadi, dengan telah tersebarnya tempat bermain anak di ruang terbuka hijau ini, konsentrasi warga Binjai untuk membawa anak-anaknya tidak menumpuk di Lapangan Merdeka Binjai.(ade)

Pernah Jual Cabe Tumpuk di Pasar Tavip

Timbas Tarigan lahir dari keluarga petani di Desa Telaga, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat. Kondisi perekonomian keluarganya yang serba pas-pasan membuat Timbas ikut membantu perekonomian keluarga.

Saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), ia sempat jualan tebu di sekolahnya. “Jadi, setiap saya pergi sekolah, saya bawa tebu untuk dijual. Hasilnya lumayan, untuk uang jajan dan bantu-bantu orangtua,” kata Timbas.

Setelah ia tamat SD, dia pun bersekolah di Binjai. Nah, untuk memenuhi kebutuhan dan uang jajannya, Timbas sering pergi ke Pasar Tavip. Di sana dia mengumpuli cabai sisa para pedagang. Selanjutnya, cabai itu dijualnya lagi. “Istilahnya, cabai tumpuk. Satu tumpuk, waktu itu harga sekitar Rp25. Selain itu, saya juga mengambil upahan cucian pakaian,” beber Timbas.
Setelah tamat SMP, dia pun melanjutkan sekolah di SMA 1 Binjai. “Kalau saat libur sekolah, saya sering pulang kampung ke Desa Telaga. Di kampung, saya mengambil upahan memikul bambu,” ungkapnya.

Bahkan saat ia kuliah, untuk menghemat biaya, ia memilih tinggal di musala kampus. “Saya tinggal di musala kampus supaya tak bayar uang kos. Lagipula, dengan saya tinggal di musala, saya bisa ikut pengajian dan menjadi kader PKS,” bebernya.(ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar