Pembantaian sadis yang dilakukan tentara dan polisi Mesir kepada para
demonstran pendukung konstitusi yang sedang menunaikan shalat Subuh di
dekat Markas Garda Nasional membangkitkan kemarahan rakyat Mesir. Lebih
dari 35 orang gugur dalam tragedi subuh para
rabu 8/7/2013, adapun ratusan lainnya luka berat dan ringan. Dunia
internasional tersentak menyaksikan kebiadaban aparat keamanan Mesir
yang bersikap represif terhadap pendukung Morsi dan melindungi para
preman pendukung opisisi.
Hal tersebut menandakan Mayjend
Abdul Fattah As-Sisi sedang kalap dan kehilangan kendali dalam
menghadapi para pendukung konstitusi yang menuntut dikembalikannya
Mohammed Morsi sebagai Presiden yang sah. Kegamangan juga terjadi pada
partai dan tokoh yang lahir dari rahim reformasi Mesir; Partai An-Nour
As-Salafi dan Abdul Mun’im Abul Futuh.
Partai An-Nour adalah
partai pemenang kedua terbanyak setelah Partai Kebebasan dan Keadilan
besutan Ikhwanul Muslimin. Sedangkan Abul Futuh adalah seorang tokoh
senior dalam struktural Ikhwanul Muslimin yang kemudian dikeluarkan dari
Jamaah karena tidak menerima hasil syura. Tokoh gaek Ikhwan ini
kemudian menjadi simbol reformasi Mesir dan membentuk Partai Mishr
Qawiyah paska kekalahannya dalam putara pertama pemilihan presiden.
Partai An-Nour yang semula menjadi pendukung pemerintahan Morsi dan
terlibat dalam penyusun konstitusi negara membelot mendukung kudeta
terhadap pemerintahan yang sah secara undang-undang. Sikap Partai
An-Nour ini begitu menyentak banyak kalangan. Kini Partai An-Nour
berdiri berjalan seiring dengan kalangan sekuler, liberal, koptik, dan
militer menggulingkan presiden yang didukung kalangan ulama. Sedangkan
Abul Futuh sejak awal sudah mengambil jalan yang berseberangan dengan
Partai Kebebasan dan Keadilan yang lahir dari rahim Jamaah Ikhwanul
Muslimin. Futuh lebih senang berkoordinasi dengan kalangan liberal dan
sekuler untuk mengkritisi Morsi yang pernah menjadi sejawatnya dalam
strutur Ikhwan.
Kini, pada Senin pagi paska tragedi pembataian
demonstran pendukung legitimasi dan konstitusi yang sedang shalat Subuh
berjamaah, Partai An-Nour dan Abul Futuh mulai gamang. Futuh meminta
agar Presiden interim (sementara) Mesir, Adli Manshour, agar
mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pembantaian
yang terjadi. Dalam wawancaranya dengan stasiun televisi Aljazeerah
melalui sambungan telepon, Futuh mengatakan bahwa yang terjadi saat ini
adalah kejahatan kemanusiaan terhadap rakyat Mesir. Berdasarkan hal
tersebut, Futuh meminta Adli Manshour untuk mundur dari jabatannya
sebagai Presiden Interim.
Sedangkan Partai An-Nour melalui
salah seorang petingginya menyatakan membekukan keterlibatannya dalam
agenda ”Road Map” yang digagas kalangan sekuler, liberal, dan Kristen
Koptik serta didukung Mayjend As-Sisi selaku Panglima Angkatan
Bersenjata Mesir. Namun sayang, para ulama telah mencap para pengurus
partai gagasan dakwah salafiyah itu sebagai pengkhinat yang telah
mencabut baiat dari ulil amri dan mengkhianati konstitusi yang
ditulisnya sendiri. Teguran keras dilayangkan ulama salafi Kuwait,
Syaikh Dr. Abdurahman Abdul Khaliq kepada Syaikh Yasir Burhami, ulama
salafi senior yang berada dalam Partai An-Nour. Bahkan seorang Kibarul
Ulama Saudi Arabia memperingatkan siapa saja yang bergembira atas
lengsernya Morsi akibat kudeta Militer.
Menurut Abdul Aziz
Makhyoun, salah seorang pimpinan partai An-Nour, keputusan yang diambil
partainya telah bulat untuk mundur dari ”Road Map” yang direstui militer
setelah menyaksikan pembantaian yang dilakukan militer. Oleh karena
itu, partai An-Nour menarik dukungannya dari Presiden Interim, Adli
Manshour.
By. Kang Akmal Burhanuddin tetangganya Kang Nandang Burhanuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar