Rabu, 10 Juli 2013

PARTAI AN NOUR SALAFY DAN ABUL FUTUH GAMANG DIPERSIMPANGAN JALAN

Pembantaian sadis yang dilakukan tentara dan polisi Mesir kepada para demonstran pendukung konstitusi yang sedang menunaikan shalat Subuh di dekat Markas Garda Nasional membangkitkan kemarahan rakyat Mesir. Lebih dari 35 orang gugur dalam tragedi subuh para rabu 8/7/2013, adapun ratusan lainnya luka berat dan ringan. Dunia internasional tersentak menyaksikan kebiadaban aparat keamanan Mesir yang bersikap represif terhadap pendukung Morsi dan melindungi para preman pendukung opisisi.

Hal tersebut menandakan Mayjend Abdul Fattah As-Sisi sedang kalap dan kehilangan kendali dalam menghadapi para pendukung konstitusi yang menuntut dikembalikannya Mohammed Morsi sebagai Presiden yang sah. Kegamangan juga terjadi pada partai dan tokoh yang lahir dari rahim reformasi Mesir; Partai An-Nour As-Salafi dan Abdul Mun’im Abul Futuh.

Partai An-Nour adalah partai pemenang kedua terbanyak setelah Partai Kebebasan dan Keadilan besutan Ikhwanul Muslimin. Sedangkan Abul Futuh adalah seorang tokoh senior dalam struktural Ikhwanul Muslimin yang kemudian dikeluarkan dari Jamaah karena tidak menerima hasil syura. Tokoh gaek Ikhwan ini kemudian menjadi simbol reformasi Mesir dan membentuk Partai Mishr Qawiyah paska kekalahannya dalam putara pertama pemilihan presiden.

Partai An-Nour yang semula menjadi pendukung pemerintahan Morsi dan terlibat dalam penyusun konstitusi negara membelot mendukung kudeta terhadap pemerintahan yang sah secara undang-undang. Sikap Partai An-Nour ini begitu menyentak banyak kalangan. Kini Partai An-Nour berdiri berjalan seiring dengan kalangan sekuler, liberal, koptik, dan militer menggulingkan presiden yang didukung kalangan ulama. Sedangkan Abul Futuh sejak awal sudah mengambil jalan yang berseberangan dengan Partai Kebebasan dan Keadilan yang lahir dari rahim Jamaah Ikhwanul Muslimin. Futuh lebih senang berkoordinasi dengan kalangan liberal dan sekuler untuk mengkritisi Morsi yang pernah menjadi sejawatnya dalam strutur Ikhwan.

Kini, pada Senin pagi paska tragedi pembataian demonstran pendukung legitimasi dan konstitusi yang sedang shalat Subuh berjamaah, Partai An-Nour dan Abul Futuh mulai gamang. Futuh meminta agar Presiden interim (sementara) Mesir, Adli Manshour, agar mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pembantaian yang terjadi. Dalam wawancaranya dengan stasiun televisi Aljazeerah melalui sambungan telepon, Futuh mengatakan bahwa yang terjadi saat ini adalah kejahatan kemanusiaan terhadap rakyat Mesir. Berdasarkan hal tersebut, Futuh meminta Adli Manshour untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden Interim.

Sedangkan Partai An-Nour melalui salah seorang petingginya menyatakan membekukan keterlibatannya dalam agenda ”Road Map” yang digagas kalangan sekuler, liberal, dan Kristen Koptik serta didukung Mayjend As-Sisi selaku Panglima Angkatan Bersenjata Mesir. Namun sayang, para ulama telah mencap para pengurus partai gagasan dakwah salafiyah itu sebagai pengkhinat yang telah mencabut baiat dari ulil amri dan mengkhianati konstitusi yang ditulisnya sendiri. Teguran keras dilayangkan ulama salafi Kuwait, Syaikh Dr. Abdurahman Abdul Khaliq kepada Syaikh Yasir Burhami, ulama salafi senior yang berada dalam Partai An-Nour. Bahkan seorang Kibarul Ulama Saudi Arabia memperingatkan siapa saja yang bergembira atas lengsernya Morsi akibat kudeta Militer.

Menurut Abdul Aziz Makhyoun, salah seorang pimpinan partai An-Nour, keputusan yang diambil partainya telah bulat untuk mundur dari ”Road Map” yang direstui militer setelah menyaksikan pembantaian yang dilakukan militer. Oleh karena itu, partai An-Nour menarik dukungannya dari Presiden Interim, Adli Manshour.

By. Kang Akmal Burhanuddin tetangganya Kang Nandang Burhanuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar