Di bawah adalah tulisan Kwik Kian Gie yang menyatakan Subsidi BBM adalah bohong. Jika kita teliti, itu memang benar.
Sesungguhnya biaya produksi minyak dari menggali minyak, kilang, hingga distribusi ke Pom Bensin menurut KKG adalah US$ 10/brl. Ada baiknya kita naikan saja jadi US$ 15/brl untuk memberi keuntungan bagi pendukung Neoliberalisme yang mengatakan Subsidi BBM itu ada. Itu sudah termasuk keuntungan yang cukup besar bagi para operator dan distributor.
Buat yang ragu angkanya bisa lihat data komponen biaya dari website pemerintah AS:
http://www.eia.gov/petroleum/gasdiesel
Di situ dijelaskan biaya minyak mentah 72% dari harga jual, pengilangan 12%, Distribusi dan Pemasaran 5%, Pajak 11%.
Taruhlah rate 1 US$ = Rp 10.000 dan 1 barrel = 159 liter.
Jika harga minyak Rp 4.500/liter, artinya Rp 715.500/brl atau US$ 71/brl.
Jadi dengan biaya produksi hanya US$ 15/brl dan harga jual US$ 71/brl, sebetulnya pemerintah untung US$ 56/brl. Bayangkan jika produksi BBM kita 1 tahun 350 juta barel. Pemerintah untung US$ 19,6 milyar atau Rp 196 trilyun/tahun.
Itu kalau pakai harga “Subsidi” Rp 4.500/liter. Kalau pakai harga Pertamax yang Rp 9000/liter, pemerintah untung Rp 392 trilyun/tahun.
Sesungguhnya biaya produksi minyak dari menggali minyak, kilang, hingga distribusi ke Pom Bensin menurut KKG adalah US$ 10/brl. Ada baiknya kita naikan saja jadi US$ 15/brl untuk memberi keuntungan bagi pendukung Neoliberalisme yang mengatakan Subsidi BBM itu ada. Itu sudah termasuk keuntungan yang cukup besar bagi para operator dan distributor.
Buat yang ragu angkanya bisa lihat data komponen biaya dari website pemerintah AS:
http://www.eia.gov/petroleum/gasdiesel
Di situ dijelaskan biaya minyak mentah 72% dari harga jual, pengilangan 12%, Distribusi dan Pemasaran 5%, Pajak 11%.
Taruhlah rate 1 US$ = Rp 10.000 dan 1 barrel = 159 liter.
Jika harga minyak Rp 4.500/liter, artinya Rp 715.500/brl atau US$ 71/brl.
Jadi dengan biaya produksi hanya US$ 15/brl dan harga jual US$ 71/brl, sebetulnya pemerintah untung US$ 56/brl. Bayangkan jika produksi BBM kita 1 tahun 350 juta barel. Pemerintah untung US$ 19,6 milyar atau Rp 196 trilyun/tahun.
Itu kalau pakai harga “Subsidi” Rp 4.500/liter. Kalau pakai harga Pertamax yang Rp 9000/liter, pemerintah untung Rp 392 trilyun/tahun.
Tapi bagaimana dengan harga minyak dunia yang misalnya US$ 120/brl? Bukankah kita rugi US$ 79/brl?
Benar kalau kita adalah negara bukan penghasil minyak seperti Singapura atau Jepang yang harus beli minyak dari negara lain.
Tapi Indonesia
memproduksi sendiri minyaknya sebesar 907 ribu barel/hari. Bahkan
mungkin lebih jika tidak dikadali perusahaan minyak asing yang mengelola
90% minyak kita. Sementara kebutuhan BBM “Subsidi” itu hanya 723 ribu
bph (42 juta kilo liter/tahun). Jadi masih untunglah pemerintah. Mau
harga minyak dunia naik sampai US$ 200/brl pun sebetulnya biaya produksi
minyak di Indonesia tidak akan berubah. Paling banter cuma US$ 15/brl.
Cuma ya itu beda pemikiran ekonom kerakyatan atau Islam dibanding ekonom Neoliberal yang berpihak pada perusahaan-perusahaan minyak asing. Meski untung, mereka tetap bilang rugi.
Padahal minyak itu adalah milik bersama rakyat Indonesia. Bukan milik perusahaan minyak atau pemerintah Indonesia. Jadi tak pantas dijual dengan harga “Internasional”.
Cuma ya itu beda pemikiran ekonom kerakyatan atau Islam dibanding ekonom Neoliberal yang berpihak pada perusahaan-perusahaan minyak asing. Meski untung, mereka tetap bilang rugi.
Padahal minyak itu adalah milik bersama rakyat Indonesia. Bukan milik perusahaan minyak atau pemerintah Indonesia. Jadi tak pantas dijual dengan harga “Internasional”.
Simulasi Harga Minyak dalam bentuk XLS bisa didownload di sini:
Kita akan tahu bahwa
meski harga minyak dunia US$ 200/brl, Indonesia tetap untung dgn harga
Rp 4500/ltr atau US$ 71 brl mengingat biaya produksi hanya US$ 15/brl.
Lihat perbandingan beda
pandangan antara pemahaman untung/rugi penjualan minyak antara pemikiran
Ekonom Islam/Rakyat dengan Ekonom Neoliberal yang dipengaruhi Yahudi.
Di zaman Nabi ada Yahudi
yang menjual air dengan harga tinggi kepada rakyat. Harap diketahui,
hingga sekarang harga air di Arab Saudi lebih mahal daripada harga
minyak karena air di sana sangat langka. Namun setelah dibeli ummat
Islam sumur airnya, Nabi membagikannya gratis kepada rakyat. Ini karena
rakyat harus bisa mendapatkan kebutuhan hidupnya dengan mudah.
Perbandingan di bawah dengan asumsi:
1 barel = 159 liter
1 US$ = Rp 10.000
Produksi minyak Indonesia = 907 ribu bph
Kebutuhan BBM “Subsidi” dgn harga Rp 4500/ltr (US$ 71/brl) = 740 ribu bph
Total biaya produksi minyak Indonesia = US$ 15/brl
HARGA MINYAK DUNIA (US$/BRL)
|
||||
Persepsi Untung/Rugi |
60
|
120
|
200
|
400
|
Ekonom Islam/Rakyat |
56
|
56
|
56
|
56
|
Ekonom Neoliberal |
11
|
-49
|
-129
|
-329
|
Orang awam memandang
saat biaya produksi minyak US$ 15/brl dan dijual seharga Rp 4500/ltr
(US$ 71/brl) sebagai untung sebesar US$ 56/brl.
Namun kaum Neolib
memandangnya rugi sebesar US$ 49/brl saat harga minyak Dunia naik jadi
US$ 120/brl. Saat minyak dunia naik jadi US$ 400/brl juga dianggap rugi
sebesar US$ 329/brl padahal sebenarnya tetap untung.
Anggito Abimanyu, salah satu fundamentalis neo-liberal Indonesia yang selalu bersikeras menaikkan harga BBM dengan alasan “mengurangi beban subsidi BBM“,
mengakui bahwa selama ini tidak pernah ada subsidi dalam BBM. “Masih
ada surplus penerimaan BBM dibanding biaya yang dikeluarkan,” katanya
dalam acara talkshow di TVOne hari Senin (13/03/2012), terkait rencana
kenaikan harga BBM akibat kenaikan harga BBM dunia. Anggito menjadi
salah satu narasumber bersama Kwik Kian Gie dan Wamen ESDM. Mungkin
Anggito tidak akan pernah memberikan pengakuan seperti itu kalau saja
tidak karena ada Kwik Kian Gie yang telah lama menyampaikan pendapatnya
bahwa isu “subsidi” adalah pembohongan publik, dan pendapat itu diulangi
lagi dalam acaratalkshow tersebut di atas. http://muslimdaily.net/opini/opini-17/anggito-abimanyu-selama-ini-tidak-pernah-ada-subsidi-bbm.html
Jika pun “benar” Pemerintah rugi, bisa jadi Pertamina dipaksa membeli
minyak Indonesia yang 90% dikelola oleh perusahaan2 minyak AS seperti
Chevron dan Exxon dengan harga New York. Jika begitu, solusinya adalah
di Nasionalisasi. Cina dan Norwegia mengelola minyak mereka dengan BUMN
mereka. Arab Saudi, Iran, dan Venezuela juga sudah menasionalisasi
perusahaan minyak asing yang dulu memonopoli minyak mereka. Sekarang
mereka makmur karena penerimaannya bertambah karena tidak dibohongi oleh
perusahaan2 minyak asing. http://infoindonesia.wordpress.com/2009/06/30/selama-kekayaan-alam-dirampok-asing-indonesia-akan-terus-miskin/
Selama 90% kekayaan alam kita dikuasai asing, selama itu pula Indonesia
melarat. Harga minyak naik, bukannya untung malah rugi karena ceritanya
“Subsidi” bertambah berat. Harga minyak turun juga “Mengeluh” karena
penerimaan berkurang. Tidak pernah bersyukur makanya kena siksa Allah
terus. “Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” [Ibrahim 7] Satu
wujud syukur kita dengan kekayaan alam kita adalah dengan mengelolanya
sendiri sehingga bisa menikmati seluruh hasilnya. Bukan justru
mengabaikannya dan menyerahkannya ke pihak asing sehingga akhirnya
asinglah yang menikmati hasilnya sementara rakyat Indonesia jadi miskin
dan melarat.
Angka yang diajukan KKG
sebetulnya sangat masuk akal. Apalagi menurut Lembaga Statistika Energi
AS (Energy Information Administration), 42 galon minyak mentah setelah
dikilang akan menghasilkan 45 galon (6% lebih banyak) seperti Bensin,
Diesel, dan Avtuur yang harganya sangat mahal. Jadi kalau pemerintah
bilang rugi…rugi…rugi.. itu cuma bohong belaka.
Referensi:
Pertamina: konsumsi BBM “Subsidi” tahun 2011 sebesar 41,69 kilo liter
BP Migas: Produksi minyak Indonesia 920 ribu bph:
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6494160BBM DISUBSIDI ADALAH OMONG KOSONG
Percakapan antara Djadjang dan Mamad Oleh Kwik Kian Gie
Pemerintah berencana tidak membolehkan
kendaraan berpelat hitam membeli bensin premium, karena harga Rp. 4.500
per liter jauh di bawah harga pokok pengadaannya. Maka pemerintah rugi
besar yang memberatkan APBN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar